3 PENDEKATAN DALAM NEGOSIASI
3 PENDEKATAN DALAM NEGOSIASI
Diiringi
dengan usaha yang maksimal dan dengan tujuan yang pasti, akan menjadi suatu hal
yang mengejutkan jika hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang, dimana
kesepakatan yang mutual (saling menguntungkan) bukanlah sesuatu hal yang sulit.
Berbicara tentang negosiasi, ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan, yakni
soft bargaining, hard bargaining dan principled negotiation.
a.
Soft
Bargaining
Soft
bargaining melibatkan bentuk negosiasi yang menitik-beratkan pada posisi
(menang atau kalah), dibandingkan dengan kepentingan dari diadakannya sebuah negosiasi
itu sendiri. Akan tetapi, untuk menghindari masalah-masalah yang kerap kali
muncul dalam perundingan yang melibatkan posisi, para negosiator akan
melaksanakan pendekatan ”soft” seperti misalnya memperlakukan lawan bicaranya
sebagai teman, mencari sebuah kesepakatan dengan harga apapun, serta menawarkan
sebuah hasil perundingan yang didasari atas penciptaan hubungan yang baik
dengan lawan bicara.
Para
pelaku negosiasi yang melaksanakan pendekatan dengan cara seperti ini akan
mempercayai lawan bicaranya, dan akan senantiasa bersikap terbuka dan jujur tentang
prinsip-prinsip dasar ataupun alasan mendasar yang mereka miliki tentang
perundingan tersebut kepada lawan bicaranya. Hal tersebut akan membuat mereka
menjadi sangat rentan bagi para ”hard bargainers” yang akan bertindak
secara kompetitif dengan hanya menawarkan beberapa pilihan saja yang
benar-benar sesuai dengan alasan mendasar mereka saja, bahkan melakukan sebuah
ancaman. Di dalam sebuah perundingan yang melibatkan perunding yang keras dan
lembut, maka akan kita menemui bahwa perunding yang keras hampir selalu tampil
dengan kesepatakan yang lebih baik secara mendasar.
b.
Hard
Bargaining
Sebagaimana
yang sudah dikatakan pada bagian soft bargaining, hard bargaining juga menitik beratkan pada posisi dibandingkan
dengan kepentingan dari perundingan yang terjadi. Negosiator dengan pendekatan seperti
ini sangatlah bersifat kompetitif, dengan melihat sebuah kemenangan sebagai
satu-satunya tujuan akhir. Bagi beberapa orang pakar, perunding-perunding keras
seperti ini memadang lawan bicara sebagai saingan mereka. Mereka sama sekali
tidak mempercayai lawan bicara mereka dan berusaha untuk bermain secerdik mungkin
untuk mencoba memperoleh keuntungan yang maksimal dalam negosiasi tersebut.
Sebagai
contoh, mereka akan tetap berpegang teguh pada posisi awal mereka, ataupun
tawaran pertama mereka, menolak untuk melaksanakan perubahan. Mereka akan terus
mencoba untuk mengecoh lawan bicara khususnya terhadap alasan mereka (soft
bargainers) datang ke perundingan tersebut serta menuntut sebuah keuntungan
sepihak dalam pencapaian kesepakatan tersebut. Mereka akan menggunakan trik dan
tekanan dalam usaha mereka untuk meraih kemenangan pada sesuatu yang mereka
anggap sebagai seuatu kontes kemauan.
Tatkala
mereka berhadapan dengan perunding yang lunak, maka para perunding keras
seperti ini cenderung selalu menang. Lain halnya apabila perunding keras ini berhadapan
dengan perunding keras lainnya, kemungkinannya akan tidak mencapai kata sepakat
sama sekali (no outcome).
c.
Principled Negosiation
Principled negotiation ialah sebuah nama yang diberikan
kepada pendekatan yang berbasiskan pada kepentingan yang tertulis didalam
sebuah buku, Getting to Yes, yang pertama kali dikeluarkan pada tahun
1981 oleh Roger Fisher dan William Ury. Dalam bukunya tersebut tertulis empat
dasar dalam negosiasi, yaitu:
1)
Pisahkan
antara pelaku dengan masalah.
2)
Fokus
pada kepentingan, bukan posisi.
3)
Ciptakan
pilihan untuk hasil yang mutual.
4)
Tekankan
pada kriteria yang bersifat objektif.
Memisahkan
pelaku dari masalah artinya meniadakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah personal
dari isu inti, dan jika memang ingin dibicarakan, sebaiknya dibicarakan secara
independen saja. Masalah personal atau orang pada umumnya akan melibatkan
masalah yang berhubungan dengan persepsi, emosi, serta komunikasi. Persepsi merupakan
sesuatu yang penting karena hal ini membantu dalam pendefinisian masalah dan
solusinya. Jika terdapat kenyataan yang bersifat objektif dan kenyataan
tersebut malah diinterpretasikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda
dalam situasi yang berbeda pula, maka pada akhirnya kata sepakat akan sulit untuk
tercapai. Masalah personal juga berhubungan dengan kesulitan-kesulitan emosi
ketakutan, ketidakpercayaan, kemarahan, dan
keresahan sebagai contohnya. Jika emosi-emosi seperti ini dilibatkan didalam
perundingan, maka kata sepakat akan semakin sulit untuk tercapai.
Masalah
di dalam komunikasi juga bisa dikategorikan sebagai masalah personal. Terdapat
tiga macam masalah komunikasi yang mungkin ada didalam sebuah perundingan,
antara lain yaitu:
1)
Para
pelaku perundingan mungkin akan tidak berbicara satu dengan yang lainnya. Pada
dasarnya komentar-komentar mereka secara formal ditujukan kepada lawan bicara
mereka, namun sebenarnya mereka hanya sedang membicarakan pihak lain di luar
pelaku perundingan yang hadir pada saat itu.
2)
Masalah
timbul tatkala diantara kelompok tidak saling mendengar satu sama lain.
Seharusnya mereka mendengarkan secara utuh terhadap apa yang sedang dibicarakan,
malahan mereka akan merencanakan respons masing-masing.
3)
Para
anggota kelompok dari masing-masing kelompok saling berbicara satu dengan
lainnya, sehingga kesalahpahaman serta salah interpretasi mungkin saja bisa
terjadi.
Negosiasi
terhadap kepentingan berarti negosiasi tentang hal-hal yang benar-benar
diperlukan dan diinginkan oleh setiap orang, bukan apa yang mereka katakan,
mereka inginkan ataupun butuhkan. Sering kali, kedua hal tersebut tidak sama.
Orang-orang cenderung akan mengambil sikap ekstrim yang dibuat untuk melakukan
sebuah tindakan balasan untuk lawan bicara mereka. Apabila mereka ditanya
mengapa mereka mengambil sikap tersebut, maka alasan utama mereka ialah bahwa
sesungguhnya keinginan mereka yang sebenarnya ialah kompatibel, bukannya mutually
exclusive.
Dengan
hanya berfokus pada kepentingan, para pelaku perundingan akan bisa dengan mudah
memenuhi prinsip dasar yang ketiga yakni, menciptakan pilihan yang bersifat
mutual. Hal tersebut berarti bahwa para negosiator semestinya berusaha untuk
memperoleh solusi-solusi baru untuk masalah yang dibicarakan dan membuat kedua
belah pihak untuk menang, bukannya berusaha untuk menang dan yang lainnya harus
kalah.
Prinsip
yang keempat yakni menekankan pada kriteria yang objektif. Meskipun hal
tersebut tidak tersedia secara gamblang, tetapi hal tersebut bisa dicari. Hal seperti
ini akan sangat memudahkan proses negosiasi. Apabila sebuah serikat dan manajemen
berusaha atau berjuang atas sebuah kontrak, mereka bisa melihat apa yang
disetujui ataupun dilakukan oleh perusahaan yang serupa di luar sana sebagai
kriteria objektif mereka.
Posting Komentar untuk "3 PENDEKATAN DALAM NEGOSIASI"
Berkomentarlah sesuai topik pembahasan artikel, dan jangan ragu untuk menegur kami apabila ada kesalahan dalam artikel. Terima kasih.