PERSEPSI HARGA TERHADAP KUALITAS DAN NILAI
PERSEPSI HARGA TERHADAP KUALITAS DAN NILAI
A.
Persepsi
Harga Terhadap Kualitas
Penilaian atau persepsi terhadap kualitas suatu produk, sangat tergantung dari informasi yang ada pada
produk tersebut dan dari seberapa besar informasi yang ada tersebut dipahami
oleh setiap konsumen. Informasi-informasi yang ada tersebut bisa berupa
intrinsik maupun ekstrinsik.
Informasi
intrinsik ialah informasi yang asalnya dari dalam produk itu sendiri. Contohnya
dalam jasa telepon internasional, kejernihan sambungan pada saat menelepon ke
luar negeri, dan kecepatan sambungnya adalah salah satu faktor intrinsik yang
dominan dalam menilai kualitas produk tersebut. Sedangkan faktor ekstrinsik akan
menjadi pertimbangan dalam penilaian apabila konsumen belum memiliki pengalaman
yang nyata mengenai produk tersebut. Sehingga
dibutuhkan parameterparameter lain yang melekat pada fisik produk. Parameter-parameter
tersebut bisa berbentuk harga, iklan atau nama negara pembuat, merek dan nama
produsen atau penyelenggara.
Besar
kecilnya harga sebagai salah satu faktor ekstrinsik didalam persepsi konsumen
dapat mencerminkan kualitas produk yang bersangkutan itu sendiri. Hal ini juga diperkuat
oleh Monroe (1990) dalam beberapa riset, bahwa setiap harga yang ada pada
produk bisa mencerminkan kualitas produk itu sendiri. Teori ini juga diperkuat
oleh Nagle & Holden (1995), bahwa harga untuk jenis produk-produk tertentu
bukan hanya bisa diartikan sebagai besaran uang yang dikeluarkan, akan tetapi
kualitas yang sangat prima dari produk tersebut dan bahkan memiliki arti yang
lebih bagi pemilik produk tersebut.
Seperti
contohnya dengan harga mobil Roll Royce yang cukup mahal, akan mencerminkan
kualitas yang sangat baik dan citra pemilik yang berbeda dengan masyarakat pada
umum lainnya. Atau dengan kata lain harga serta persepsi kualitas memiliki
hubungan yang positif, yakni semakin mahal harga sebuah produk, maka akan
mencerminkan kualitas produk tersebut atau istilah umumnya adalah "uang
atau harga ada matanya".
Sementara
itu peranan merek atas kualitas produk ialah positif sebagaimana yang sudah dijelaskan
oleh Kotler, Ang, Leong, & Tan (1999) merek bukan hanya sebuah simbol,
tetapi merek dapat pula memberi salah arti bahwa produk tersebut memiliki nilai
atau kualitas tertentu. Hal ini diperkuat juga oleh Keller 1998, bahwa merek
bagi konsumen bisa memberikan gambaran kualitas serta menunjukkan janji dari
produsen terhadap konsumennya.
Menturut
Nagle & Holden (1995), Kebanyakan konsumen menggunakan harga sebagai
indikator kualitas, dengan kondisi antara lain sebagai berikut:
1.
Konsumen
percaya bahwa kualitas yang rendah bisa membawa resiko yang lebih besar.
2.
Konsumen
percaya bahwa ada perbedaan kualitas antara berbagai merek dalam satu produk
kategori.
3.
Konsumen
tidak mempunyai informasi lain selain merek terkenal sebagai referensi dalam
mengevaluasi kualitas sebelum melaksanakan pembelian.
B.
Persepsi
Harga Terhadap Nilai
Menurut
Morris & Morris (1990) Perceived
value merupakan evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang
didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima
dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum dipikiran
konsumen. Value (nilai) dikenal dengan istilah
“Best value”, “value for money”, dan “you
get what you pay for”. Sedangkan menurut Zeithaml & Bitner (1996),
pengertian atau definisi harga terhadap nilai dari sisi konsumen bisa
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Value is low price
Kelompok
konsumen yang berasumsi bahwa harga murah adalah value (nilai) yang paling penting untuk
mereka sementara kualitas sebagai value (nilai) dengan tingkat kepentingan yang lebih rendah
dibandingkan dengan harga. Strategi harga yang harus dilaksanakan yaitu:
a.
Odd pricing, yaitu dengan memakai harga yang
tidak biasa digunakan umum, misal diskon 81%.
b.
Penetration pricing, yaitu menetapkan harga yang
rendah terutama pada saat introduction
untuk menstimulasi konsumen melakukan trial.
c.
Synchro pricing, yaitu memberikan harga dengan
faktor-faktor pembeda yang mengakibatkan sensitifitas harga meningkat, misalnya
timing, place, quantity.
d.
Discounting, yaitu memberikan potongan harga
untuk menciptakan sensitivitas terhadap harga sehingga akan menciptakan
pembelian.
2. Value
is whatever I want in a product or services
Bagi
konsumen didalam kelompok ini, value (nilai) diartikan sebagai kualitas atau manfaat
yang diterima bukan semata-mata harga atau value (nilai) saja. Value (nilai) merupakan sesuatu yang
bisa memuaskan keinginan. Strategi harga yang dapat dilakukan dalam kelompok ini
adalah sebagai berikut:
a.
Skimming pricing, yaitu menetapkan harga lebih
tinggi dari rata-rata kesediaan konsumen untuk membayar, pada umumnya dipakai pada
saat produk tersebut dalam tahap perkenalan. Produk tersebut memiliki nilai
lebih dibandingkan dengan produk sebelumnya serta didukung dengan biaya promosi
yang relatif tinggi.
b.
Prestige pricing, yaitu penetapan harga premium
untuk menjaga image sebagai produk
dengan kualitas yang sangat baik serta memberikan image yang berbeda bagi yang memiliki atau memakainya.
3. Value
is the quality I get for the price I pay
Konsumen
dalam kelompok ini akan mempertimbangkan value (nilai) sebagai sesuatu manfaat atau kualitas
yang diterima sesuai dengan besarnya harga yang dibayarkan. Adapun pendekatan
harga yang dapat
dilakukan
oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
a.
Market segmentation pricing, yaitu bentuk strategi harga
dengan memberikan harga yang berbeda-beda sesuai dengan segmen yang didasari oleh
value yang terima.
b.
Value pricing, yaitu strategi harga yang
banyak dipakai dengan cara menciptakan value lebih, dari aspek manfaat ataupun
besaran yang diperoleh dibandingkan dengan harga itu sendiri, biasanya dengan
strategi bundling.
4. Value
is what I get for what I give
Dalam
kelompok ini, konsumen menilai value berdasarkan besarnya manfaat yang diterima
yang dibandingkan dengan pengorbanan yang dikeluarkan baik itu dalam bentuk
besarnya uang yang dikeluarkan, waktu, maupun usahanya. Pendekatan harga yang
dapat dilakukan dalam kelompok ini adalah:
a.
Price Bundling, yaitu suatu strategi harga
dimana value dari harga akan tercipta jika memberikan harga untuk 2 jasa atau produk
yang saling komplemen.
b.
Price framing, yaitu strategi harga dengan
cara memberikan tarif atau harga yang berbeda-beda sesuai dengan pembagian
kelompok berdasarkan besarnya manfaat yang akan diterima.
Dari
keempat kelompok konsumen tersebut diatas, bisa disimpulkan bahwa value (nilai) dari
harga ialah suatu persepsi yang diperoleh dari hasil evaluasi keseluruhan mengenai
manfaat yang dirasakan dibandingkan dengan seharusnya diterima. Menurut Kotler
(1996), Konsumen dalam menerima suatu value (nilai) dari suatu harga sangat
dipengaruhi oleh:
a.
Konteks
Kesediaan
konsumen untuk berkorban dengan cara membayar harga lebih mahal, dibandingkan
dengan kehilangan nilai lain yang lebih penting pada saat itu, sehingga dapat
dikatakan value (nilai) produk tersebut sangat tinggi. Contohnya saat berjemur di
pantai, maka konsumen akan bersedia untuk membayar harga lebih untuk sebuah
minuman dari pada kehilangan sengatan matahari. Atau dengan contoh lain, ketika
konsumen akan memperoleh value berupa pengeluaran uang yang lebih sedikit dan
waktu pembicaraan yang lebih lama dengan pengorbanan kualitas produk yang lebih
rendah pada pemakian telepon internet sebagai sarana berkomunikasi ke luar
negeri.
b.
Ketersediaan
informasi
Dengan
mempunyai informasi yang lengkap dan banyak konsumen akan mendapatkan value (nilai) atas produk tersebut. Contohnya adalah dengan mempunyai informasi yang banyak mengenai
perusahaan penyelenggara telepon internet maupun telepon standar (SLI 001) maka
konsumen akan yakin bahwa value yang didiperoleh sesuai dengan ekspektasinya.
c.
Assosiasi
Dalam
upaya peningkatan value (nilai) dari sebuah produk dengan cara menaikkan harga,
produsen harus pula memperhatikan asosiasi konsumen terhadap pengalaman yang
dimiliki selama ini. Contohnya, President Taksi dalam upaya meningkatkan value
melakukan peremajaan mobil taksinya dengan memakai mobil yang sejenis dengan Bluebird ternyata belum mampu untuk
mengangkat value-nya, hal ini karena
asosiasi yang sudah terbentuk selama ini melalui image brand yang negatif.
Posting Komentar untuk "PERSEPSI HARGA TERHADAP KUALITAS DAN NILAI"
Berkomentarlah sesuai topik pembahasan artikel, dan jangan ragu untuk menegur kami apabila ada kesalahan dalam artikel. Terima kasih.