Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Keputusan Pembelian Konsumen Low Involvement

Proses Keputusan Pembelian Konsumen Low Involvement


1.      Perspektif Low Involvement

Low involevement terjadi ketika seorang konsumen dalam pembeliannya tidak begitu terlibat. Konsumen tidak terlalu memikirkan apa yang harus dibeli, dimana ia harus membeli, dan lain sebabainya.

2.      Keterlibatan dan Hirarkhi Pengaruh

Bagi para pemasar lebih menyenangkan sebuah keterlibatan tinggi dari konsumen dibanding dengan keterlibatan rendah karena dua alasan, antara lain yaitu:
a.       Lebih mudah untuk mempengaruhi konsumen tatkala para pemasar menganggap bahwa terdapat proses kognitif dalam evaluasi merek. Manfaat produk bisa diarahkan pada segmen sasaran dalam usahanya untuk mengubah sikap terhadap merek.
b.      Pemasar biasanya berasumsi bahwa urutan dalam proses memilih (disebut sebagai hirarkhi pengaruh) konsumen berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.

Proses Keputusan Pembelian Konsumen Low Involvement


3.      Teori Perilaku Konsumen Low Involvement

a.       Teori Pembelajaran Pasif (Krugman)

Teori Krugman ini sebetulnya membicarakan media televisi sebagai sebuah media pembelajaran pasif. Artinya ialah seluruh informasi yang berasal dari televisi merupakan datang sendiri, bukannya penonton yang mencari-cari. Krugman membuat sebuah hipotesis bahwa televisi merupakan media low involvement yang menghasilkan pembelajaran yang pasif.

Berikut ini implikasi dari teori pembelajaran pasif:
1)      Bagaimana aplikasinya pada media sebagai sarana memasang iklan. Berdasarkan teori ini, produk-produk yang biasanya dibeli dengan keterlibatan rendah ada baiknya memasang iklan pada media televisi dan juga radio.
2)      Teori Krugman juga memiliki implikasi pada sifat iklan yang harus ditampilkan. Apabila konsumen dalam keadaan pasif dan tidak memiliki kepentingan terhadap merek produk yang diiklankan, evaluasi merek tidak mungkin akan terjadi. Menampilkan iklan yang sifatnya informasional akan kurang berguna. Namun sebaiknya apabila iklan menampilkan symbol atau kesan, misalnya seperti macho, kesuksesan dan lain sebagainya.

b.      Teori Social Judgement (Sherif)

Teori social judgement ini juga mengidentifikasi pengaruh asimilasi (assimilation effect). Pengaruh asimilasi terjadi tatkala konsumen menerima informasi yang jatuh pada ruang gerak atau rentang penerimaan akan diterima lebih positif dari yang sebenarnya, dan kebalikannya. Implikasi dari teori ini yakni bahwa konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi akan memiliki ruang penerimaan yang sempit atas berbagai informasi. Konsumen seperti itu memiliki loyalitas yang tinggi terhadap merek. Dia akan berusaha untuk menghindari informasi-informasi ataupun pesan-pesan yang tidak sesuai dengan loyalitas mereknya.

c.       The Elaboration Likelihood Model (ELM)

Model ELM ini menunjukkan cara bagaimana konsumen memproses sebuah informasi dalam kondisi keterlibatan tinggi serta keterlibatan rendah. Model seperti ini memberikan rangkaian kesatuan dimulai dari pemrosesan informasi yang detil (central atau elaboration) sampai kepada pemrosesan informasi yang sifatnya pelengkap (peripheral atau non-elaboration).

Konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap sebuah produk, akan mefokuskan pemrosesan informasi pada hal-hal yang inti atau detil. Misalnya iklan mobil yang dilihat pada sebuah iklan lebih pada kemampuan mobil menjelajah suatu medan, bukannya pada pemandangan alam pada iklan tersebut. Sementara pada iklan produk-produk dengan keterlibatan rendah, unsur-unsur yang bukan merupakan inti. Contohnya iklan farfum yang diperhatikan bukan farfumnya akan tetapi misalnya bintang iklannya.

4.      Srategis dari Pembuatan Keputusan dengan Keterlibatan Rendah

a.       Iklan

1)      Iklan-iklan yang dibuat semestinya berdurasi pendek, namun ditayangkan dengan frekuensi yang tinggi.
2)      Media yang digunakan televisi dan radio.
3)      Pesan iklan tersebut menekankan pada hal-hal yang peripheral.
4)      Iklan sebaiknya dipakai untuk membedakan produk dari pesaing.

b.      Memposisikan Produk

Produk yang low involvement disarankan atau lebih baik menemptakan diri untuk meminimalkan masalah. Contohnya untuk menghilangkan napas tidak sedap gunakan permen X. Sementara untuk high involvement manfaat optimal.

c.       Harga

Kategori produk yang low involvement cenderung lebih banyak dipengaruhi oleh harga dalam setiap penjualannya.

d.      Kondisi Toko

Cara display atau pemajangan produk di toko akan mempengaruhi konsumen untuk sering membeli tanpa rencana terlebih dahulu.

e.       Distribusi Produk

Ketika suatu produk tidak tersedia di toko, konsumen akan sangat mudah untuk mengubah pilihan mereknya. Ketersediaan produk akan sangat membantu sekali dalam menjaga pilihan merek konsumen.

f.       Percobaan Pembelian

Untuk mengubah pilihan merek, konsumen perlu untuk dibujuk dengan cara memberi contoh produk secara gratis. Contoh produk gratis akan membantu dalam mengubah pilihan merek konsumen.

5.      Mengubah Low Involvement Menjadi High Involvement

a.       Hubungkanlah produk dengan situasi pribadi yang akan membuat konsumen terlibat. Contohnya iklan kopi yang menampilkan suasana pagi hari yang dingin atau sejuk.
b.      Hubungkanlah produk dengan isu-isu yang bisa membuat konsumen terlibat. Contohnya iklan sabun mandi yang menampilkan isu kesehatan kulit.
c.       Perkenalkanlah karakteristik yang penting dari produk tersebut. Contohnya iklan sabun mandi yang dapat membasmi kuman.
d.      Hubungkanlah produk dengan asosiasi diri. Contohnya iklan Tolak Angin dengan orang pintar.

Posting Komentar untuk "Proses Keputusan Pembelian Konsumen Low Involvement"