Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Alat Ukur dan Peraturan Mengenai Kewajiban Penerapannya

Pengertian Alat Ukur dan Peraturan Mengenai Kewajiban Penerapannya


A.     Pengertian alat Ukur

Alat ukur adalah alat yang diperuntukkan atau digunakan sebagi pengukuran kuantitas dan kualitas. Alat Ukur, merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sejak zaman dulu, keberadaan alat ukur sudah ada meskipun dalam bentuk yang masih sangat sederhana. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi diberbagi bidang, berbagai macam produk sudah dihasilkan oleh produsen-produsen di seluruh dunia. Secara umum alat ukur dikelompokkan menjadi dua, antara lain yaitu:
1)      Alat takar, yaitu alat yang diperuntukkan atau digunakan sebagi pengukuran kuantitas atau penakaran.
2)      Alat timbang, yaitu alat yang diperuntukkan atau diguanakan sebagi pengukuran massa atau penimbangan.

Alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya yang selanjutnya yaitu disebut UTTP. UTTP adalah alat yang secara langsung ataupun tidak langsung diguanakn atau disimpan dalam kadaan siap pakai untuk keperluan dalam menentukan hasil penakaran, pengukuran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Pengertian Alat Ukur dan Peraturan Mengenai Kewajiban Penerapannya

Dalam undang-undang diatur mengenai beberapa ketentuan umum yang menjadi dasar mengenai sah atau tidaknya suatu alat ukur yang dipakai dalam kegiatan perdagangan. Ketentuan dasar tersebut antara lain yaitu:
1)      Satuan dasar, yaitu satuan yang merupakan dasar dari satuan-satuan suatu besaran yang bisa diturunkan menjadi satuan turunan.
2)      Lambang satuan, yaitu tanda yang menyatakan satuan ukuran. Misalnya satuan meter lambang satuannya (m), atau kilogram lambang satuannya (Kg).
3)      Standar satuan, yaitu suatu ukuran yang sah yang digunakan sebagai dasar pembanding.
4)      Alat penunjuk, yaitu bagian dari alat ukur yang menunjukkan hasil pengukuran.
5)      Tempat usaha, yaitu tempat yang dipakai untuk kegiatan-kegiatan perdagangan, produksi, industri, usaha jasa, penyimpanan-penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan perusahaan, juga kegiatan-kegiatan penyimpanan ataupun pameran barang-barang, termasuk juga rumah tempat tinggal yang sebagian lainnya digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut.

B.     Peraturan Tentang Hasil Pengukuran pada Barang yang Sudah Terbungkus atau yang Sudah Berupa Kemasan

Dalam peraturan perundang-undangan tentang penggunaan alat ukur juga dijelaskan mengenai bagaimana cara penjelasan hasil penggunaan alat ukur pada barang yang sudah dikemas atau terbungkus. Adapun ketentuan-ketentuan yang mengataur hal tersebut yaitu sebagai berikut:
1)      Seluruh barang dalam keadaan terbungkus yang dijual, diedarkan, ditawarkan ataupun dipamerkan wajib diberitahukan atau dinyatakan pada bungkus ataupun pada labelnya dengan tulisan yang singkat, benar, serta jelas tentang nama barang dalam bungkusan (kemasan) barang tersebut.
2)      Ukuran, isi, maupun berat bersih barang dalam bungkusan (kemasan) tersebut dinyatakan dengan satuan ataupun lambang.
3)      Jumlah barang dalam bungkusan tersebut harus disebutkan apabila barang tersebut dijual dengan hitungan.
4)      Tulisan hasil pengukuran harus dengan angka Arab serta huruf latin disamping huruf lainnya dan sangat mudah dibaca.
5)      Pada kemasan wajib dicantumkan nama serta tempat perusahaan yang membungkus ataupun yang membuat kemasan (packing).
6)      Seluruh barang yang dibuat atau dihasilkan oleh perusahaan yang dalam keadaan tidak terbungkus serta diedarkan dalam keadaan terbungkus, maka perusahaan yang melaksanakan pembungkusan diwajibkan menyebutkan nama serta tempat kerjanya.

C.     Peraturan Mengenai Kewajiban Peneraan atau Pengesahan Alat Ukur yang Digunakan

Ddalam undang-undang mengenai metrology juga diatur tentang kewajiban untuk menera ulang atau memberikan tanda sah kepada alat ukur yang dipakai sebagai tanda bukti bahwa alat ukur yang dipakai sesuai dengan peraturan yang sedang berlaku dalam arti bahwa alat ukur tersebut benar dan tidak rusak yang bisa merugikan konsumen. Adapun ketentuan tentang kewajiban tersebut diatur sebagai berikut:
1)      Peraturan Pemerintah ditetapkan bahwa alat-alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya:
a.       Wajib ditera dan ditera ulang.
b.      Dibebaskan dari tera atau tera ulang, ataupun dari kedua-duanya.
c.       Syarat-syaratnya harus dipenuhi.
2)      Alat-alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya dilaksanakan pengujian dan pemeriksaan.
3)      Semua alat-alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya yang pada waktu ditera ataupun ditera ulang ternyata tidak memenuhi syarat-syarat dan yang tidak mungkin bisa diperbaiki lagi, bisa dirusak sampai tidak bisa dipergunakan lagi, oleh pegawai yang berhak untuk menera atau menera ulang.
4)      Tata cara pengrusakan alat-alat ukur, timbang, takar, serta perlengkapannya diatur oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku.
5)      Pegawai yang berhak menera atau yang menera ulang berhak pula untuk menjustir alat-alat ukur, timbang, takar, serta perlengkapannya yang diajukan untuk ditera atau ditera ulang jika ternyata belum memenuhi syarat.
6)      Untuk pekerjaan tera dan tera ulang maupun pekerjaan-pekerjaan lain yang ada kaitannya dengan pengujian alat-alat ukur, timbang, takar, dan perlengkapannya dikenakan biaya tera. Biaya tera ditetapkan serta diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7)      Untuk membuat atau memperbaiki alat-alat ukur, takar, timbang, serta perlengkapannya harus memperoleh izin dari Menteri.
8)      Setiap pemasukan alat-alat ukur, takar, timbang, serta perlengkapannya ke dalam wlayah Republik Indonesia harus dengan seizin Menteri.
9)      Jenis-jenis tanda tera yaitu:
a.       Tanda sah.
b.      Tanda batal.
c.       Tanda jaminan.
d.      Tanda daerah.
e.       Tanda pegawai yang berhak.
10)  Pengaturan tentang ukuran, jangka waktu berlakunya, bentuk, tempat pembubuhan dan cara membubuhkan tanda-tanda tera diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
11)  Tanda sah dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya yang disahkan pada waktu ditera atau ditera ulang.
12)  Tanda batal dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya yang dibatalkan pada waktu ditera atau ditera ulang.
13)  Tanda jaminan dibubuhkan atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya yang sudah disahkan untuk mencegah penukaran atau perubahan.
14)  Tanda sah dan tanda batal yang tidak mungkin dibubuhkan pada alat-alat ukur, takar, timbang serta perlengkapannya diberikan surat keterangan tertulis sebagai penggantinya.
15)  Surat keterangan tertulis bebas dari bea materai.

Posting Komentar untuk "Pengertian Alat Ukur dan Peraturan Mengenai Kewajiban Penerapannya"