Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

PENGERTIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Menturut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat 25 disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.

Sebagian besar manajer menemukan bahwa pemutusan hubungan kerja karyawan tidak mengenakan dan sering menghidarinya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan keputusan yang datangnya bisa dari karyawan dan dari perusahaan itu sendiri, hal tersebut bisa disebabkan karena faktor kedisiplinan, bisnis, ekonomi, atau fakor personal. Di sini peranan departemen sumber daya manusia adalah untuk mencari metode yang paling memuaskan tanpa adanya perasaan buruk baik bagi perusahaan maupun karyawan.

{|CATATAN| Baca 4 artikel terkait berikut ini: 1. Penempatan Tenaga Kerja | 2. Orientasi Karyawan | 3. Pengertian dan Manfaat Pengembangan Karyawan | 4. Tahap-tahap Pengembangan Karyawan dan Kelanjutannya}

Pemutusan hubungan kerja karyawan haruslah bisa menjawab lima persoalan berikut ini:
1.      Kinerja karyawan yang memperihatinkan karena ketidakmampuan, perubahan persyaratan kerja, kelalaian, atau tidak adanya perhatian terhadap karyawan.
2.      Pelanggaran peraturan perusahaan, termasuk didalamnya ketidakhadiran dan ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang.
3.      Perkelahian atau kekerasan di tempat kerja.
4.      Pembangkangan terhadap perintah perusahaan.
5.      Perilaku pribadi yang tidak dibenarkan seperti tidak jujur dan pelecehan seksual.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi hanya jika situasi yang sudah diutarakan terdokumentasi dengan baik, dan jika konseling atau pelatih gagal mengoreksi masalah. Pemutusan hubungan kerja (PHK) juga harus mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Para manajer harus mencermati dan mengidentifikasi situasi dimana ketidakcocokan antara karyawan dengan pekerjaan tidak dapat dikoreksi melalui pelatihan yang akan datang.

Dalam pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, manajer harus mengikuti hal-hal berikut ini:
1.      Membuat daftar kekurangan kinerja yang ada secara jelas.
2.      Menentukan kondisi pemutusan hubungan kerja secara jelas.
3.      Bersikap sensitif terhadap situasi pribadi karyawan.
4.      Jika dimungkinkan, menawarkan pensiun muda.
5.      Membatasi lamanya waktu karyawan dapat tetap bekerja di dalam organisasi.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan hukuman paling keras yang ditimpakan perusahaan kepada seorang karyawan. Oleh karena itu, terminasi harus merupakan tindak disipliner yang dipertimbangkan secara hati-hati. Pengalaman dipecat merupakan traumatik bagi karyawan, terlepas dari posisi mereka di dalam perusahaan. Mengetahui bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat mempengaruhi tidak hanya karyawan tetapi juga keluraganya. Tidak mengetahui reaksi karyawan yang dipecat juga mendatangkan kegelisahan yang cukup dalam bagi manajer yang harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).


MACAM-MACAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Secara umum pemutusan hubungan kerja (PHK) terbagi dua, yaitu pemutusan hubungan keraja (PHK) sementara dan pemutusan hubungan kerja (PHK) permanen.

1.      Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sementara

Pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara ada dua jenis, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.

a.       Sementara Tidak Bekerja
Terkadiang karyawan butuh meninggalkan pekerjaan mereka secara sementara. Bisa karena motif kesehatan, rekreasi, keluarga, melanjutkan pendidikan dan sebagainya. Dalam situasi tersebut perusahaan mengizinkan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya tanpa kehilangan status, seperti meisalnya dalam bentuk cuti panjang maupun pendek. Namun para karyawan tetap terkait dengan persetujuan perusahaan. Hal tersebut berlaku pada setiap negara, hanya saja isi atau aturan bisa berbeda. Misalnya selama berhenti sementara, bagaimana mengenai pembayaran gaji dan sebagainya. Semua hal tersebut dilindungai oleh peraturan perundang-undangan. Alasan bijaksana perusahaan mengizinkan hal tersebut adalah agar karyawan tidak keluar dari perusahaan, terutama bagi mereka yang memiliki kinerja yang baik. Selain itu perusahaan dapat menghemat biaya penarikan tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya ketika karyawan kembali berkeja.

b.      Pemberhentian Sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja, pemberhentian sementara disebabkan karena danya motif internal perusahaan, yaitu karena ada alasan bisnis dan ekonomi. Misalnya karena adanya krisis ekonomi atau krisis moneter menyebabkan perusahaan mengalami chaos. Dalam situasi demikian ada sebagian karyawan yang terkena pemberhentian sementara dan ada juga yang tidak. Lamanya pemberhentian bisa berkisan antara mingguan dan bulanan, tetapi jika motifnya siklus bisnis, pemberhentian dapat berlangsung antara bulanan dan tahuan, sementara jika motifnya semakin berkembang misalnya karena restrukturisasi, pemutusan hubungan kerja sementara ini akan berubah menjadi pemutusan hubungan kerja permanen.

Pemberhentian sementara dapat dimeminimalkan di beberapa perusahaan dengan perencanaan sumber daya manusia yang teliti dan hati-hati. Dengan memproyeksikan kebutuhan karyawan untuk beberapa tahun ke depan, pada pengusaha dapat menghindari terjadinya pemberhentian sementara walaupun pada konsisi krisis ekonomi. Ketika keahlian yang dibutuhkan dikombinasikan dengan perubahan bisnis mereka, pelaihan dan pengalihan mampu membantu perusahaan menyesuaikan tantangan-tantangan ekonomi sehingga karyawan dapat dipertahankan keberadaannya.

Pemberhentian sementara dapat dikurang melalui pendekatan lain, satu metode yang sudah populer diterapkan diperusahaan adalah penggunaan cara pengurangan hari kerja perminggu atau sering disebut permberhentian sementara paruh waktu. Untuk beberpa kasus karyawan dapat mengisi perkerjaan agar tidak sepenuhnya disebut nganggur.

2.      Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Permanen

Ada tiga jenis pemutusan hubungan kerja (PHK) permanen atau tetap, yaitu artisi, terminasi, dan kematian.

a.       Artisi
Artisi atau pemberhentian tetap merupakan perpisahan seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pensiun, pengunduran diri, atau meninggal. Fenomena tersebut diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Di kebanyakan perusahaan, komponen kunci dari pemberhentian tetap adalah pengunduran diri secara suka rela.

Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekankan pada artisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini akan mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan. Jika proyeksi mengindikasikan bahwa surplus karyawan sangat mungkin terjadi, departemen sumber daya manusia dapat mnyarankan penghentian karyawan dan membatasi penyewaan karyawan di masa mendatang. Bentuk khusus dari atrisi dimana departemen sumber daya manusia dapat secara aktif mengendalikan adalah pensiun dini, dimana bentuk ini untuk karyawan yang belum mencapai masa pensiun.

b.      Terminasi
Terminasi adalah istilah luas yang didalamnya mencakup perpisahan permanen seorang karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasanya istilah ini mengandung arti seseorang yang dipecat dari perusahaan yang disebabkan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan ekonomi dan bisnis.

Dalam studi di berbagai perusahaan Amerika didapatkan bargam motif mengapa karyawan dipecat, yaitu disebabkan karena tidak kompeten, tidak sanggup bekerja sama dengan pembantu pekerja, tidak jujur dan pembohong, sikap negatif, kurang motivasi dan kegagalan atau penolakan mengikuti perintah.

Pengembangan dan pelatihan karyawan merupakan cara lain untuk mengurangi terminasi yang disebabkan kinerja buruk. Melalui pelatihan efekif, karyawan lama dan karyawan baru diajari bagaimana mereka dapat bekerja dengan sukses. Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia sangat penting untuk keberhasilan kebanyakan perusahaan.

c.       Kematian
Kematian dalam artian pada karyawan muda merupakan kehilangan besar bagi suatu perusahaan. Hal tersebut berhubungan dengan investasi yang sempat dikeluarkan dalam bentuk penarikan tenaga kerja, orientasi, seleksi dan pelatihan. Tidak mudah menemukan penggantinya, terutama mereka yang mempunyai kinerja bagus. Oleh karena itu depertemen sumber daya masusia secara proaktif mencegah terjadinya kematian karyawan karena sakit dan program kesejahteraan berupa pemberian makan siang, olah raga, rekreasi dan sebagainya. Umumnya karyawan di perusahaan mempunyai asuransi kesehatan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan.


PEMBERHENTIAN NORMAL

Pemberhentian normal adalah ketika seseorang tidak lagi bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan karena berhenti atas pemberhentian sendiri, karena sudah memasuki usia pensiun dan karena meninggal dunia. Seorang karyawan yang berhenti atas permintaan sendiri berarti mengambil keputusan bahwa hubungan kerja dengan perusahaan tidak lagi dilanjutkan. Berbagai alasan dapat menjadi penyebab timbulnya keputusan tersebut yang biasanya relaif bersifat pribadi. Dalam hal tersebut organisasi tidak berhak menolak keputusan karyawan yang bersangkutan dan oleh karena itu mau tidak mau perusahaan harus mengabulkan. Memang ada kalanya perusahaan dengan berbagai cara mendorong karyawannya berhenti seperti misalnya dalam hal akan terjadinya surplus tenaga keraj sebagai akibat dari menurunnya kegiatan perusahaan.

Alasan lain mengapa ada karyawan yang berhenti adalah karena sudah mencapai usia pensiun. Beberpa faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan batas usia pensiun, antara lain jenis pekerjaan, harapan hidup, kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, situasi ketenagakerjaan, dan situasi perekonomian baik secara makro maupun mikro.


PEMBERHENTIAN TIDAK ATAS KEMAUAN SENDIRI

Pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam bentuk pemberhentian karyawan tidak atas kemauan sendiri dapat terjadi karena dua sebab, yaitu sebagai berikut:

1.      Karena menurunnya kegiatan organisasi yang cukup serius sehingga organisasi terpaksa mengurangi jumlah karyawannya.

Pemutusan hubungan kerja karena sebab di atas dapat bersifat permanen dan juga bersifat sementara. Jika PHK bersifat permanen berarti pimpinan perusahaan memperkirakan bahwa gambaran masa depan perusahaan tidak cerah dalam kurun waktu yang cukup panjang. Sedangkan jika PHK bersifat sementara berarti situasi yang dihadapi diperkirakan tidak berlangsung lama dan penyebabnya belum tentu faktor lain. Seperti peremajaan tekologi, perubahan situasi persaingan, alih teknologi, pergeseran preferensi konsumen dan sebagainya.

Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya tenaga senior atau karyawan seniorlah yang diberhentikan karena dari penghasilan mereka selam ini sangat mungkin mereka sudah mempunyai tabungan, dan jika dipanggil bekerja tidak kehilangan senioritasnya. Dan ada pula yang berpendapat bahwa pegawai baru yang diberhentikan karena belum banyak jasa yang telah diberikannya kepada organisasi, dan kesempatan bagi mereka pindah ke pekerjaan lain jauh lebih besar.

2.      Karena pengenaan sanksi disiplin yang berat yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK)

Dalam artian bisa saja terjadi bahwa karyawan melakukan pelanggaran tertentu sehingga kelanjutan kehadirannya dalam perusahaan dipandang tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Dalam hal ini pengenaan sanksi berat tersebut dapat diambil dari satu dari dua bentuk, yaitu pegawai yang dikenakan sanksi disiplin berat tersebut diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian dengan tidak hormat atau pemecatan.

Berbagai macam bentuk pelanggaran berat yang biasanya berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut diantaranya adalah ketidakjujuran, dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, perilaku negatif yang sangat merusak citra perusahaan, dan sikap, ucapan, dan tindakan yang mengakibatkan keberadaannya dalam perusahaan tidak lagi diinginkan.

Jika terjadi pemberhentian tidak atas permintaan karyawan yang bersangkutan sendiri, maka tiga hal berikut perlu mendapt perhatian manajemen yaitu sebagai berikut:

a.       Tindakan tersebut harus merupakan tindakan terakhir dalam artian bahwa sebelum tindakan tersebut diambil, karyawan yang bersangkutan telah diperingatkan terlebih dahulu, misalnya dalam bentuk teguran lisan, tertulis dan pernyataan tidak puas oleh atasan yang bersangkutan.

b.      Pegawai yang dikenakan sanksi besar tersebut diberi kesempatan untuk memahami bahwa sanki tersebut dikenakan kepadanya berdasarkan kriteria yang objektif. Artinya yang bersangkutan harus mengetahui secara jelas apa kesalahannya, ketentuan apa yang dilanggarnya dan bahwa hukumannya tersebut setimpal dengan apa kesalahan yang telah diperbuatnya. Bahkan suatu hal yang sangat baik jika kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.

c.       Jika manajeman tetap berpendapat keputusan yang talah diambil tidak bisa diganggu gugat, pejabat atau petugas pengeoloa sumber daya manusia perlu menyelenggarakan suatu exit interview yang bertujuan untuk mengusahakan karyawan yang bersangkutan meninggalkan perusahaan dengan sikap yang wajar. Artinya dapat menerima keputusan yang baginya dirasa pahit, tetapi tidak disertai dengan pendangan yang teramat negatif terhadap perusahaan.

2 komentar untuk "PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)"

  1. Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan momok menakutkan bagi para karyawan, dimana sekali kena PHK dia akan ingat seumur hidup T.T Tapi biasanya perusahaan melakukan pertimbangan yang matang terlebih dahulu sebelum memutuskan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya, hal ini untuk memperkecil kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Nice artikel..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas apreasinya terhadap artikel Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Benar kata rin yuri, biasanya perusahaan akan memberikan beberapa pertimbangan sebelum pemutusan hubungan kerja (PHK) entah itu dengan melakukan beberapa teguran terlebih dahulu ataupun pertimbangan pertimbangan lain. Intinya pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan keputusan terakhir dan paling berat yang dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawannya yang bermasalah.

      Hapus